Br. B. Sukasta, MTB

“Mari kita mulai dari diri sendiri”, demikian ajak Br. Gerardus Weruin, MTB dalam lokakarya setengah hari di hadapan umat paroki Keluarga Kudus, Kotabaru Pontianak. 

Lokakarya tersebut dilaksanakan di aula paroki pada hari Minggu, 29 September 2019 dari pukul 10.00-15.00 WIB. Panitia melaporkan bahwa pertemuan ini dihadiri 135 umat, sebagian besar mahasiswa. Acara ini dilakasanakan dalam upaya peduli pada lingkungan, menindak lanjuti tema Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2019: “Mewartakan kabar baik di tengah krisis lingkungan hidup”.

Berbuat Bukan Berteori

Dalam kata pengantarnya, Pastor Yulianus Astanto Adi, CM pastor paroki Keluarga Kudus Kotabaru, Pontianak menjelaskan alasan mengapa beliau mengundang Bruder MTB dalam pertemuan terakhir BKSN 2019 ini. “Saya kenal para Bruder MTB, mereka merawat lingkungan dengan menanam di lingkungan biara mereka”, demikan ungkapnya. Ungkapan pastor itu ada benarnya, karena hampir di setiap komunitas atau di lokasi karya Bruder MTB bernuansa rindang dan hijau. Kita dapat melihat di asrama, sekolah atau di tempat lain seperti di kantor PSE Pontianak tempat Br. Krispinus T. MTB, bekerja beberapa pohon ditanam sejak awal bertugas sudah mulai berbuah, seperti Matoa, Mangga, Jambu. Akan tetapi ada juga di beberapa lingkungan biara atau unit kerja, kita masih melihat di sana-sini berserakan kertas, puntung rokok, plastik menyelip di pot-pot tanaman atau di bawah rumah, kolong rumah. Karena terbiasa melihat, hal itu sepertinya indah-indah saja dan terasa tidak ada masalah. Ada pepatah mengatakan, “busut juga yang ditimbun anai-anai”, tidak terlalu pas untuk menggambarkan perilaku manusia yang mengakibatkan sampah berserakan itu. Artinya, seseorang biasa dengan tak berbeban menyalahkan orang lain jika ada ketidakberesan. 

Br. Krispinus, MTB pernah bercerita bahwa perlu waktu hampir setengah tahun membersihkan lahan di belakang kantor yang berisi barang-barang bekas seperti beling, kayu atau karung, kaleng-kaleng, kantong plastik, dan sebagainya. Hal yang sama pula dilakukan Br. Gerardus Weruin, MTB ketika akan membuka kebun organik JPIC (Justice Peace and Integrity of Creation) di pojok samping kiri asrama mahasiswa Bonaventura Pontianak, sebagai ‘pilot projek’ JPIC Bruder MTB. Di SMP Karya Budi Putussibau, Br. Videlis, MTB menata area di kolong gedung sekolah menjadi enak dipandang mata dan menghasilkan. “Ikan-ikan sudah kami panen”, ujarnya sambil menunjukkan kolam kecil yang terletak di bagian bawah bangunan sekolah. Di Merauke Papua, Br. John Kedang mengembangkan pertanian dengan pupuk organik bersama mama-mama. Semua hal di atas sekadar contoh-contoh kecil sebagai langkah aksi nyata ramah lingkungan; lebih sering dilakukan secara mandiri, di sela kesibukan pokok.
Kita semua bertanggung jawab memperbaiki lingkungan yang sudah rusak menjadi nyaman dan mendatangkan kebaikan bagi semua kehidupan. 

Kita semua bertanggung jawab memperbaiki lingkungan yang sudah rusak menjadi nyaman dan mendatangkan kebaikan bagi semua kehidupan. 

Ulah Manusia

Mengawali lokakarya Br. Gerardus Weruin, MTB menayangkan slide betapa rusaknya lingkungan hidup. Para peserta diajak untuk menyadari bagaimana lingkungan hidup saat ini. Bruder bertanya tentang krisis ekologi, krisis lingkungan hidup: “apa saja persoalan lingkungan hidup kita saat ini, bagaimana dengan air, bagaimana dengan sampah, bagaimana dengan udara dan tanah, bagaimana dengan listrik dan kendaraan?” Hutan gersang dan gundul, sampah meng­gunung atau menyebar menutupi sungai dan menyumbat saluran di parit-parit dan selokan sudah hampir pasti bahwa manusia sangat berperan menciptakan semua keadaan itu.

Dalam kesem­patan itu ditayangkan pula video seorang tokoh masyarakat Da­yak dari Rumah Betang Sui Utik Putus­­sibau, Bapak Apai Janggut. Ia menerima peng­hargaan dari PBB karena gigihnya mem­per­tahankan hutan lin­dung di wilayahnya (Putussibau) tetap lestari. Bisa kita saksi­kan bahwa sungai-sungai di wilayah hutan itu jernih sam­pai saat ini, tidak seperti sungai-sungai lain yang warnanya kemerahan-merahan bercampur lumpur dan pasir akibat penggalian-penggalian liar atau sungainya tidak berair lagi akibat tanaman kelapa sawit. Sungai yang mengalir persis di samping ‘rumah betang’ itu digunakan untuk keperluan sehari-hari oleh penduduk yang menempati ‘Rumah Panjang’ berpenghuni 25 kepala keluarga. Sungai tidak tercemar oleh limbah kimia pabrik, residu pupuk tanaman monokultur untuk industri atau mercuri dari tambang emas.

Kecenderungan Manusia

“Buruk muka cermin dibelah”, begitu pepatah yang mau menggambarkan seseorang yang memiliki tabiat melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain yang kurang memahami seharusnya ‘saya’ berbuat apa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta lokakarya kepada Br. Gerardus meng­indikasikan ke arah itu, seperti siapa yang harus bertanggung jawab pada kerusakan lingkungan itu, apa peran gereja dalam usahanya memperbaiki kualitas air, dan di mana peran pemerintah dalam mengatasi krisis ekologi?

Menanggapi per­tanyaan-pertanyaan ter­­­sebut, Br. Gerardus mengingatkan kembali bahwa ‘Gereja’ sangat peduli pada keutuhan, kelestarian alam cipta­an. Dalam hal ini, Paus Fransiskus telah mener­bitkan ensiklik “Laudato Si” (Terpujilah Engkau, Tuhanku) pada 24 Mei 2015. Dalam Laudato Si, Bapa Suci mengatakan bah­wa bumi bagaikan seorang saudari yang hidup dengan kita, dan bagaikan seorang ibu yang mengasuh kita. Kini ibu bumi rusak oleh kerakusan manu­sia, yang serakah. Mari kita merawat bumi ini sebagai Rumah Kita Bersama. 

Br. Gerardus menegaskan bahwa mem­perbaiki lingkungan perlu dimulai dari diri sendiri, keluarga atau kelompok kecil yang memiliki komitmen pada kelestarian lingkungan. “Mari kita masing-masing mulai dari diri sendiri dengan melakukan hal-hal sederhana, seperti stop menggunakan plastik sekali pakai atau memilah sampah organik dan anorganik dalam keluarga”, ajaknya.

Pada sesi terakhir lokakarya, peserta dikenalkan cara pembuatan pupuk organik dengan bahan-bahan dari sisa buah yang tidak dikonsumsi lagi dan sisa sayuran. 

Lokakarya peduli lingkungan umat paroki Keluarga Kudus, Kotabaru, Pontianak.

Kolaborasi

Kita semua bertanggung jawab memperbaiki lingkungan yang sudah rusak menjadi nyaman dan mendatangkan kebaikan bagi semua kehidupan. Kita menyadari dan bertindak nyata mulai dari diri sendiri. Rhonda Byrne dalam bukunya The Secret menjelaskan bagaimana kebaikan pikiran, perkataan dan tindakan positif dari seseorang dapat melingkupi alam raya dan mempengaruhi seluruh makhluk. “Mulailah berbuat kebaikan: menanam, memelihara, merawat dll. pada semua ciptaan (hewan, tumbuhan, manusia dan benda- benda lainnya) tanpa harus menunggu perintah, petunjuk atau aturan”. Dalam buku itu, kebaikan akan berjumpa dengan kebaikan lainnya dan menggerakkan alam raya untuk secara bersama memperbaiki diri/alam raya.

Kesadaran masing-masing makhluk membawa kepada bentuk kompromi beberapa elemen yang terkait, berinteraksi satu dengan yang lain, dalam istilah zaman ini, yakni kolaborasi. Artinya, kita perlu kerja sama baik secara langsung atau tidak langsung dan sama-sama menerima manfaatnya. Contoh bentuk kerja sama yang saat ini sedang dan akan dilakukan oleh Br. John Kedang, ketua PSE Keuskupan Agung Merauke. Br. John mengembangkan ‘pemberdayaan ekonomi kerakyatan’ masya­­rakat kampung asli orang Papua di kam­pung Sarsang, kampung Hidup Baru dan masyarakat SP-9, Merauke dengan menjalin kerja sama dengan PSE Timika dan PT SPIL dalam memasarkan hasilnya (Berita Papua, 13 November 2019). 

Penutup

Fransiskus Assisi tergerak untuk memperbaiki gereja San Damiano karena merasa prihatin melihat gereja tempat ia berteduh rusak dan badannya basah oleh hujan. Mulailah Fransiskus memperbaikinya sendiri dan kemudian banyak yang mengikutinya. Semoga hal-hal baik meski kecil dan sederhana yang kita pikirkan, katakan atau kita lakukan demi kebaikan alam dan sesama manusia, meski tersembunyi, tak terlihat orang lain atau tidak disiarkan, menjadi sumbangan berarti bagi perbaikan dan kelestarian alam semesta. •


*Artikel ini telah dimuat dalam Majalah Pratikami Edisi XL tahun 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *