Saudara Saudari yang dikasihi Tuhan Yesus,

Minggu Paskah IV ini merupakan Minggu Panggilan. Kita semua diajak merenung panggilan kita masing-masing. Allah tidak hanya menciptakan manusia lalu membiarkannya bergulat dan bergumul sendirian, tetapi Allah memanggil kita manusia untuk hidup dalam kesatuan dengan-Nya. Demikian juga, agar kita menjalin persahabatan yang harmoni antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan sesama ciptaan.

Kita bersyukur bahwa dari semua ciptaan, hanya manusialah yang menjadi wajah-rupa atau Citra Allah (Imago Dei ). Memang kita dapat mengenal Allah lewat ciptaan yang lain, tetapi manusia menjadi bukti nyata bahwa dalam tubuh manusia ada bait Allah-Roh Kudus (1 Korintus 6:19). Kenyataan ini menyadarkan kita bahwa hidup ini adalah anugerah, panggilan dan perutusan Allah. Allah menganugerahkan kehidupan; Dia memanggil dan mengutus kita dalam sebuah tata rencana keselamatan. Allah menganugerahkan, memanggil, dan mengutus kita dalam ikatan relasi hati (cinta dan kasih Sang Gembala yang Baik). Dengan demikian, panggilan dan perutusan kita selalu dilihat dalam relasi hati. Ada persahabatan dan kasih yang terjalin antara kita orang beriman dengan Sang Gembala. Relasi hati ini menjadi dasar dari panggilan dan perutusan kita, sehingga mengalir dari hati yang mengasihi; mengalir dari persahabatan dan kedekatan-keintiman dengan-Nya.

Kedekatan dan keintiman relasi hati itu diungkapkan Yesus, “Domba-domba-Ku mengenal Aku dan Aku mengenal mereka.” Kita saling mengenal dan ini merupakan relasi hati yang mendasari segala bentuk ungkapan pelayanan dan keterlibatan kita dalam hidup sehari-hari. Dalam kedekatan dan keintiman relasi hati ini ada dua kata kunci yang mendasarinya, yakni mengenal dan mendengarkan. Kita tidak hanya sekadar tahu, tetapi mengenal lebih dalam dan menerimanya. Begitu pula kita mendengarkan tidak sebatas mendengar, sehingga perlu ada saat-saat hening, diam dalam kontemplasi.

Menarik, Yohanes 10:27-30 mengajak kita untuk mendengarkan Yesus Gembala yang Baik, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.” Mengenal dan mendengarkan pada zaman ini sudah agak sulit-berat dilalukan. Apalagi kita membangun relasi hati tidak mudah lagi. Karena kita sudah terjerat dalam kondisi berbagai batasan ruang, waktu, dan kebebasan melebur akibat adanya perubahan teknologi, komunikasi, media sosial, transportasi dan ekonomi. Semuanya ini membawa kita pada kebisingan dan perpecahan dalam hidup. Kita berselancar dari satu peristiwa ke peristiwa lain, tanpa mempunyai kesempatan untuk memaknai berbagai hal yang menimpa kita. Hidup kita didominasi oleh narsisme dan egoisme yang mengarah pada “manusia tanpa hati”. Persoalan panggilan dan pengutusan yang kurang bermutu karena salah satunya manusia tanpa hati  lagi dan relasi yang dibangun itu secara dangkal, lebih condong pada relasi dan materi yang fana.

Ajakan Yohanes itu mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa membangun relasi hati perlu mendengarkan dan mengenal. Relasi hati mensyaratkan ada “ruang tamu” -ruang perjumpaan. Jika kita mengurung diri dan tidak mampu terbuka, hilanglah ruang tamu baik dengan Allah maupun sesama. Paus Fransiskus berpesan pada Minggu Panggilan ke-62 kepada orang muda bahwa dunia mendorongmu agar membuat pilihan yang tergesa-gesa untuk mengisi hari-harimu dengan kebisingan, sehingga menghalangimu untuk mengalami keheningan batin terbuka di hadapan Allah, yang berbicara dalam hati. Panggilan Yesus Sang Gembala kepada domba-domba hanya didengar dengan jalan hati. Perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan menyadarkan kita akan pentingnya persahabatan. Menerima persahabatan dengan Tuhan adalah masalah hati karena itulah yang membentuk pribadi kita seutuhnya.

Mari kita belajar menciptakan ruang tamu bagi Tuhan dan sesama di tengah kebisingan hidup ini. Membuka ruang tamu memampukan kita dipanggil untuk mendengarkan dan mengenal kehendak Tuhan, sehingga dalam perutusan kita dapat membakar dunia dengan relasi hati-kasih dan kedamaian. Semoga di Tengah kebisingan dunia, kita tidak kehilangan relasi hati dan manusia tanpa hati. Semoga ya semoga. Tuhan memberkati, Pace e bene salve. (*** Br. Gerardus Weruin, MTB – Minggu, 11 Mei 2025).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *