Oleh Rofinus Emil Lejap

Fakta menunjukkan dari waktu ke waktu pembangunan pemukiman manusia, berdampak langsung juga bagi hidup manusia sendiri, segala margasatwa, tumbuh-tumbuhan, udara serta air. Pengaruh positifnya bahwa pertambahan pemukiman, perluasan lahan perkebunan dan pertanian yang dinikmati langsung oleh manusia dan semua binatang peliharaan. Namun dampak negatifnya relasi kehidupan tidak harmonis lagi yang mendatangkan krisis-sakit sebagai akibat yang tidak dapat dihindarkan, sehingga diperlukan adanya solusi pembaharuan serta perbaikan.

Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si mengajak seluruh umat manusia untuk merawat dan memelihara bumi sebagai rumah bersama. Memang bumi adalah ‘rumah’ bagi segala ciptaan, sehingga patut dirawat atau dipelihara tanpa tendensi agama, suku bangsa maupun aliran sosial dan politik. 

Bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi dan bencana alam lainnya yang sering terjadi, mungkin merupakan teguran Sang Pencipta serta keluhan alam sendiri karena banyak manusia semakin bersikap apatis. Pandemi virus corona (Covid-19) seharusnya menjadi kesempatan untuk berdamai dengan semua ciptaan lain, tetapi semua umat bertingkah seperti di “Pasar malam” dan menonjolkan kepercayaan sendiri, sehingga  perilaku terhadap alam terabaikan.    

 Ada bermacam-macam penyebab kerusakan lingkungan alam seperti bencana alam, ulah manusia menggunakan pupuk serta pestisida yang tidak ramah lingkungan, dan sebagainya. Namun ada pihak yang memandang semua itu sebagai hal yang biasa, sehingga tidak perlu dirisaukan. Padahal semua bencana alam selalu mengakibatkan duka bagi yang berdampak, seperti bencana kebakaran di Australia, kebakaran di Sumatera dan Kalimantan, letusan gunung Semeru dan Merapi, tanah longsor, banjir bandang di Flores, banjir di Sintang, Melawi, Sekadau, Sanggau dan masih banyak bencana lain. 

Bencana sekecil apapun berdampak kepada kerusakan alam, penderitaan manusia serta semua binatang, dan kekacauan sistem ekologis yang dapat mendatangkan bencana lain. Misalnya bencana kebakaran di benua Australia mengakibatkan badai  subtropis yang melanda negara Timor Leste dan Nusa Tenggara Timur.  

Bencana alam dan berbagai kerusakan akibat ulah manusia harus dicari jalan keluar atau solusi untuk mengantisipasi-mengatasinya. Manusia hidup di alam dan dari alam yang tidak terpisahkan, sehingga manusia sendiri wajib menjadi pemimpin perbaikan kerusakan alam dan juga duta perbaikan serta pembaharuan. 

Dengan hati manusia dapat merasa senang, gembira, susah dan sedih. Perasaan yang sama dirasakan juga oleh ciptaan yang lain, hanya mereka tidak dapat mengungkapkan semua perasan itu secara naluriah, maka kitalah yang berusaha memahami serta mengartikan perasaan hewani menggunakan rasa solidaritas ekologis.

Sambil menangis beberapa wanita di Sidney Australia berusaha mengobati kuda, sapi dan kanguru yang luka terbakar dalam bencana kebakaran, sekelompok lain menyiram pepohonan yang sudah menjadi tunggul arang. Di Sumatera tampak petugas menarik slang panjang untuk menghentikan kobaran api. Tindakan tersebut dilakukan setelah ada bencana.

Sementara semua yang aman jauh dari ancaman bencana tersebut, apa yang dapat dibuatnya? Selain mereka hanya menonton, merasa kasihan dan mengelus dada? Tindakan seperti ini tidak akan menyelesaikan persoalan kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu, kita perlu mengambil sikap hati dan budi dalam menjaga dan merawat alam ini. Kita perlu meningkatkan dan melatih rasa persaudaraan, sehingga memiliki hati dan budi seperti Santo Fransiskus Assisi kepada semua ciptaan. Sikap dan budi dari Santo Fransiskus Assisi seperti di bawah ini menjadi teladan yang harus kita ikuti dalam menjaga dan merawat ibu bumi rumah kita dari krisis multidimensi, sebagai berikut:

  • Memelihara rasa solidaritas kepada semua ciptaan, biarpun mereka tidak berakal budi,
  • Semua ciptaan tidak mau disakiti, maka jangan menyakiti mereka, kecuali tumbuh-tumbuhan (Bdk. Kejadian 1:29).
  • Tanah atau bumi adalah ibu yang memberi makan, minum, dan sebagai tempat berekspresi,
  • Air tercurah jauh dari langit untuk menghidupkan, menyegarkan, dan  menjadi sarana kebersihan, gunakan air secara bermartabat; jaga kebersihan sungai, jangan membuang sampah sembarangan,
  • Udara adalah napas hidup, minimalisir penggunaan kendaraan yang membuat polusi udara, asap dari cerobong pabrik perlu dicari solusi yang relatif aman untuk semua makhluk hidup.
  • Untuk skala mini di rumah tangga, gunakan semua sarana secara bermartabat; sabun, sampho, odol gigi, pupuk tanaman pot, dan lain-lain.

Manusia adalah citra Allah maka peliharalah martabat itu dengan sikap hati dan budi yang positif kepada semua ciptaan. []


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *