Kasih: Mengabdi dan Mengorbankan

Saudari-Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Malam ini kita merayakan Kamis Putih awal dari Tri Hari Suci. Kita akan memasuki suasana yang penuh sakral dan makna. Pada malam ini Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir bersama murid-murid-Nya dan memberikan teladan kasih. Yesus membasuh kaki para murid merupakan tindakan sederhana, tetapi penuh makna. Dia yang Tuhan, guru memberikan teladan- mau merendah dengan membasuh kaki para muridNya.Apa kita juga mau merendah?
Dalam Injil Yohanes 13:1-15, kita mendapati gambaran yang kontras: Yesus Sang Guru, Tuhan sendiri, berlutut di hadapan murid-murid-Nya dan membasuh kaki mereka. Tindakan ini biasanya dilakukan oleh seorang hamba. Namun, Yesus yang Tuhan dan guru memberi teladan bagaimana kasih yang mengabdi-melayani. Tindakan ini bukan sekadar simbol kerendahan hati, tetapi juga undangan untuk kita hidup dalam kasih yang konkret-kasih yang mengabdi-melayani, kasih yang merendahkan diri untuk sesama.
Yesus tahu bahwa saat-Nya telah tiba, akan datang sengsara dan penderitaan bagiNya. Akan tetapi, di tengah tekanan dan bayangan salib, Yesus bukan memikirkan diri-Nya, melainkan umat manusia dan segenap ciptaan agar selamat. Maka, Yesus menunjukkan kasihNya kepada kita sampai titik darah yang terakhir. Di zaman modern ini adakah kita mau melayani-mengabdi diri kepada sesama dan alam semesta dengan tulus ikhlas bahkan sampai titik darah terakhir; atau sebelum mengabdi-melayani kita telah menghitung berapa untungnya dan berapa bayarannya? Zaman now ini tidak ada yang gratis, tetapi sebagai murid Yesus, kita diharapkan mengedepankan kasih dalam mengabdi-melayani… karena setiap pekerja sudah disiapkan upah oleh Tuhan-upahmu besar di surga.
Dalam 1 Korintus 11:23-26 mengingatkan kita bahwa dalam Perjamuan Malam Terakhir, Yesus memberikan tubuh dan darah-Nya sebagai persembahan kasih yang sempurna. Yesus tidak hanya memberi nasihat dengan kata-kata, tetapi tindakan nyata-memberi diri seutuh-Nya. Yesus memberi teladan kepada kita bahwa kasih sejati-rela berkorban. Setiap kali merayakan Ekaristi, kita mengenang kasih pengorbanan Yesus, sekaligus diperbarui dalam cinta-Nya. Rela berkorban harganya mahal-nyawa Yesus sendiri, tetapi kita di zaman sekarang jangankan nyawa, berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan dana pun masih pikir-pikir. Berkorban berarti kita mulai peduli, iba-tergerak hati, solider dengan orang-orang yang sakit, susah menderita, yang sedang mengalami banyak masalah baik dalam keluarga maupun di masyarakat serta peduli-solider dengan jeritan lingkungan hidup-ekologi kita.
Kitab Keluaran 12: 1-8, 11-14 mengisahkan tentang bangsa Israel diperintahkan untuk merayakan Paskah sebagai tanda pembebasan dari perbudakan Mesir. Darah anak domba menjadi tanda keselamatan mereka. Dalam terang Perjanjian Baru, Yesus menjadi Anak Domba sejati yang darah-Nya membebaskan kita dari dosa dan kematian. Apakah kasih kita membebaskan sesama dari penderitaan atau justru menambah beban-luka bagi mereka? Mazmur 116 mengajak kita untuk merenungkan: “Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan segala kebaikan-Nya kepadaku?” Dengan mengangkat piala keselamatan dan menyerukan nama Tuhan, serta memenuhi janji-janji kepada-Nya di tengah umat.
Kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus yang telah memberi teladan kasih dalam mengabdi dan rela berkorban, sehingga kita mendapat kebebasan dan keselamatan. Mari dalam perayaan Kamis Putih ini kita diajak mengenang kasih Tuhan Yesus yang mengabdi-melayani dan mengorbankan diri-Nya untuk kita manusia dan segenap ciptaan; merenungkan Ekaristi sebagai pusat iman dan sumber kekuatan kita; dan menjadi murid Yesus berarti mau mengabdi-melayani dengan rendah hati dan tulus serta rela berkorban. Semoga ya semoga, Tuhan memberkati – Pace e bene. Selamat memasuki Tri Hari Suci.
(*** Br. Gerardus Weruin, MTB – Kamis, 17 April 2025).