Natal telah tiba kelap kelip lampu hias di gua atau kandang mulai terang benderang. Segala ornamen dan pernak-pernik perhiasan Natal mulai dipasang di rumah, kapel, gereja atau tempat umum. Itulah ungkapan lahiriah akan kegemerlapan bila datangnya Natal. Semuanya itu penting, tetapi yang terpenting adalah apa, mengapa dan bagaimana Natal itu. Refleksi dan pertanyaan menyadarkan  kita agar dapat memaknai Natal untuk kelahiran hidup ini.

Datangnya Natal di 25 Desember 2023 ini dalam situasi dan kondisi bumi semakin panas bahkan lagi mendidih. Hujan tiada datang seperti biasanya pada musim hujan. Dalam perhitungan kita musim hujan, tetapi yang terjadi bumi semakin panas dan kerontang di mana-mana. Para petani lagi harap-harap cemas, masih adakah hujan di musim ini? Panas dan mendidihnya suhu ini tidak hanya terjadi di bumi, tetapi di dalam hati umat manusia.

Natal 2023 ini hadir dalam situasi sengketa. Kita masuk dalam musim kampanye pemilu. Kata-kata persuasi, negosiasi atau juga yang bersifat diplomasi dari para kandidat untuk mendapat simpatisan pemilih. Kata-kata para kandidat tidak akan mampu menghibur kita bila situasi dan keadaan tetap sama dari tahun ke tahun. Kepentingan siapakah yang diperjuangkan, korupsi tetap jadi lagu lama, kekerasan baik verbal maupun fisik tiada henti, perdagangan manusia (human trafficking) semakin meningkat, pendidikan semakin tinggi akhlak semakin bejat, penggangguran di mana-mana, kaum kecil semakin menjerit akan kebutuhan hidup yang kurang layak, alat-alat digital semakin canggih, tetapi  diskomunikasi antarpribadi, singkat kata kejahatan masih meraja lela. Bukan manusia saja yang panas mendidih, tetapi ibu bumi pun terus merintih kesakitan. Bumi terus dieksploitasi, dijarah, sehingga mengubah ekosistem yang semula harmonis kini menjadi serba ekstrem. Sengketa dapat diteruskan lagi, tetapi yang terpenting bahwa Natal 25 Desember 2023 tetap dirayakan.

Sengketa memang bagian dari manusia, tapi Natal hadir supaya terbukalah mata umat manusia untuk melihat “Kemuliaan bagi Allah dan  Damai Sejahtera di Bumi “ (Luk 2:14). Warta sukacita dibawa Sang bayi Yesus dari surga untuk kita di bumi yang tadinya sengketa menjadi damai sejahtera. Hanya dalam Damai Sejahtera kita mampu memuliakan Allah. Jika tidak damai, Natal hanya serimonial akhir tahun belaka; suatu kepura-puraan dalam perayaan rutin di 25 Desember 2023 saja.

Damai sejahtera dapat mengalahkan sengketa apabila ada jalan keadilan. Keadilan selalu berpihak pada kebenaran. Orang yang berjalan dalam kebenaran selalu mengusahakan kebaikan.

Maka, merayakan Natal berarti menghadirkan kedamaian, keadilan, dan kebaikan untuk keutuhan umat manusia dan Ibu Bumi rumah kita bersama. Di malam yang sunyi-senyap, gelap gulita terlihat bintang menyinari sebuah kandang hewan di Betlehem kala itu, terdengar suara para malaikat Gloria in Excelsis Deo; para gembala dengan rasa takut, tetapi bergegas pergi mencari kandang reot tempat bayi Yesus dibaringkan; tidak ketinggalan domba-domba ternak mereka pun ikut menyaksikan malam penuh sukacita. Semua dengan caranya masing-masing mengambil bagian dalam Malam Kudus itu. Mereka memberi yang terbaik untuk Sang bayi Yesus.

Malam Kudus dua ribuan tahun yang lalu itu tetap saja bergema dan terus bernyanyi tentang sukacita, damai sejahtera, keadilan, dan kebaikan. Natal mengajak kita untuk berbuat baik dan berlomba-lomba memberi yang terbaik, bergegas pergi mencari bayi Yesus secara bersama-sama, bukan mencari sengketa. Natal telah tiba, tetapi sengketa juga ikut hadir. Maka, ingatlah akan nasihat Santo Paulus kepada umat di Roma 12: 9-21 (kasih itu jangan pura-pura; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik; saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat; kerajinanmu jangan kendor; rohmu menyala-nyala dan layani Tuhan; sabar dalam kesesakan dan tekun dalam doa… dstnya; janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!).

Dengan demikian, setiap kali merayakan Natal ingatlah akan nasihat Santo Paulus untuk umat di Roma ini! Menghidupi nasihat itu berarti siap sedia dan mau dilahirkan kembali; jadi Natal bukan hanya kelahiran Yesus melainkan kita juga dilahirkan kembali menjadi manusia baru. (*** Br. Gerardus Weruin, MTB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *